Perjalanan Pendidikan Wanda Bagian 2: Perempuan Berjiwa Malaikat
Serasa ketiban batu berton-ton, singkat cerita “malam itu aku sontak kaget”, lantaran pasca usai menyelesaikan studi S1, rencana studi lanjutku yang awalnya dulu sudah aku diskusikan dengan orang tua, kemudian orang tua menyetujui dan membolehkannya. Kemudian, harapan itu tidak luput aku masukkan dalam catatan “life mapping”.
Namun, tiba-tiba berujung pupus karena suatu hal, kemudian dalam pikiranku saat itu aku mencoba untuk merubah semua targetan yang pernah ku tulis, termasuk studi lanjutku aku taruh diurutan sedikit agak bawah lantaran urutan pertama diduduki tempat pekerjaan yang harus aku tempati kelak. Kedua persiapan untuk mencoba beasiswa, ya hanya itu pikiran di kepalaku saat itu untuk bisa melanjutkan harapanku.
Singkat cerita, kemudian ada seorang perempuan datang dan beliau bertanya kepadaku via whatsapp, bunyinya begini “Le, apa sampean pengen lanjut studi S2?”. Nggih, sahutku dengan tanpa berpikir panjang. Kalau tak biayain (beasiswa) sampean mau? (kalau saya biayain kamu mau?), Ujarnya. Kemudian aku menjawab, Kulo bade izin tanglet kaleh Bapak sekalian Ibu rumiyen nggih, kulo nderek keputusan Bapak kaleh Ibu (saya mau izin tanya Bapak sama Ibu terlebih dahulu ya, saya mengikuti keputusan Bapak dan Ibu). Ya Le, nanti tak ngomong juga sama Bapak Ibu mu, jawabnya. Nggih, sahutku. Percakapan itu usai begitu saja.
Besok malamnya beliau (perempuan itu) menelvon Bapak dan Ibu untuk membicarakan terkait dengan menyekolahkanku. Singkat cerita, obrolan malam itu cukup alot, lantaran Bapak dan Ibu tidak mengizinkan aku dibiayai studi lanjutku oleh-nya, dan dari beliau (perempuan itu) sangat begitu yakin dan teguh dengan keputusannya akan menyekolahkanku. Melihat prihal uang memang sangat riskan, belum lagi dengan begitu banyak pertimbangan yang lainnya. Tangis haru pun terjadi, Aku merasa sesi ini sangat dalam maknanya sampai air mata tidak mampu ku bendung. Dari sisi Bapak dan Ibu tidak mengizinkan, lantaran beliau tidak ingin berhutang budi, merepotkan orang lain, dan beliau sangat yakin kalau aku bisa studi lanjut dengan cara yg lain. Dari sisi beliau (perempuan itu) sangat yakin dan sebegitu percayanya denganku sampai punya pikiran memberiku beasiswa secara pribadi dan cuma-cuma kepadaku, sejak saat itulah aku beri label beliau sebagai “perempuan berjiwa malaikat".
Singkat cerita, kurang lebih 1 bulan berlalu, dengan beberapa kali beliau dengan Bapak dan Ibu berkomunikasi kembali membicaran hal itu, sampai akhirnya Bapak dan Ibu memberikan izin untuk aku studi lanjut. Sejak saat itu aku memiliki orang tua; 1 bapak dan 2 ibu yang sangat mensuport dan sangat percaya terhadapku.
Aku jadi teringat salah satu tulisan yang sampai saat ini selalu menempel di kepalaku, dan selalu menjadi penyemangat dalam setiap langkahku, begini bunyinnya,
"Ayolah semangat!, ingatlah masih ada orang yang rela mengorbankan nyawanya demi hidupmu, dan doanya tak pernah berhenti demi masa depanmu"Nabi SAW bersabda,
“Bersemangatlah terhadap hal-hal yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan malas (menyerah)”, (HR. Muslim No. 2664).
Setelah itu Aku mempersiapkan segala bentuk keperluan dan akhirnya mendaftar sebagai calon mahasiswa magister pendidikan biologi jalur utul (ujian tertulis) 2021/2022 dan akhirnya dinyatakan lolos. Lanjut baca Bagian 3: Jogja, I’m coming.
Baca juga bagian lainnya: Pengantar | Bagian 1: Mimpi Lanjut Studi S2 | Bagian 2: Perempuan Berjiwa Malaikat | Bagian 3: Jogja, I’m coming | Bagian 4: UNY Kampus Pendidikan Terbaik | Bagian 5: Hutang Karaokean yang Belum Terbayarkan | Bagian 6: Full Lampung – Jogja di dalam Bagasi | Bagian 7: Manusia over dosis, Terlampau Baik! | Bagian 8: Pelajaran Berharga dari Mas Pras | Bagian 9: Jogja Tidak Hanya Istimewa, Tetapi Juga Mempesona | Bagian 10: Toga Master dan Ungkapan Terimakasih
Post a Comment for "Perjalanan Pendidikan Wanda Bagian 2: Perempuan Berjiwa Malaikat"