Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Film Saat Menghadap Tuhan: Terimakasih Sudah Berbagi Banyak Luka

Beberapa hari yang lalu, aku diberikan kesempatan buat nonton film, judul filmnya “Saat Menghadap Tuhan”. Growing up with a dark past and a simple dream: to make his mother happy, Damar had to 'fight' against himself in order to become a good teenager. Dalam dua kalimat website imdb mendeskripsikan film tersebut.

Film Saat Menghadap Tuhan menarik perhatianku sebab mengangkat kondisi sosial anak remaja usia SMA yang begitu kompleks. Ya kompleks, saking kompleksnya selepas nonton film itu kaku dan kelu rasanya. Banyak hal yang menurutku menarik dalam film yang Rudi Soedjarwo, diantaranya sebagai berikut.

Poster yang di desain menarik. Warna hitam dan putih dari dulu memang menarik perhatianku. 3 orang lelaki yang berdiri tegak menantang memberikan kesan cool. Ditambah lagi dengan wajah sangar. Setelah menonton film aku baru sadar mereka adalah pelaku. Pelaku yang terbunuh dan membunuh.

Mengangkat isu sosial. Menariknya kita bisa dapet insight bagaimana pertumbuhan seorang remaja dari berbagai sudut pandang. Di rumah, di sekolah, di kehidupan pertemannya, juga kehidupannya dengan dirinya sendiri. Secara keseluruhan film Saat Menghadap Tuhan mengangkat tentang cerita 3 sekawan. Nah dari ketiga ini, punya latar belakang yang berbeda, yang membuat sama salah satunya berangkat dari ‘broken home’.

Nggak banyak scene megang hp. Aku terkesan dengan pembuatan film yang setting waktunya memang sekarang tapi nggak terlalu bergantung sama gadget. Nah di film ini aku melihat kehidupan yang benar-benar hidup. Ya selayaknya hidup, sampai pada kesimpulan pribadi tanpa gadget sebetulnya bisa hidup dengan bahagia kok.

Pentingnya ilmu parenting bagi orang tua. Secara tersirat film Saat Menghadap Tuhan ngasih pelajaran bahwa ilmu tentang keluarga khususnya bagaimana mengurus anak itu sangat penting. Secara dominan pola asuh, dan apa yang terjadi di rumah akan memberikan pengaruh yang besar bagi kehidupan anak tersebut.

Merawat kesehatan mental. Aku bukan orang psikologi, tapi kuakui aku memang sangat tertarik dengan bidang ini, ya berawal dari ingin peduli sama diri sendiri. Emosi dari tiap-tiap karakter dalam film ini kuat sekali. Khususnya Damar. Bagaimana menjalani hidup dan mengelola kadar perasaan yang ada pada mereka hingga sampai pada puncak kembali kepada Tuhan.

Problematika di sekolah. Ini juga salah satu pertimbangnku buat nonton film ini di hari pertama tayang meskipun seorang diri. Film Saat Menghadap Tuhan ini juga mengangkat kisah seorang guru yang punya kepedulian terhadap muridnya. Banyak tantangan yang dihadapi. Mendapatkan protes dari rekan guru karena terlalu over ngurusin siswa sampai ke ranah luar sekolah, sampai nggak disukai orang tua siswa karena dinilai terlalu ikut campur urusan keluarga. Sampai pada titik ia gagal menjadi seorang pendidik.

Aku merasakan betul apa yang dirasakan Kak Is, punya idealis yang tinggi untuk mendidik generasi di sekolahnya. Namun lagi-lagi, ini kerja yang nggak ringan. Perlu kerja bareng semua pihak khususnya orang tua. Geram dan gemas. Banyak juga di dunia nyata ditemui orang tua yang seolah tidak memperdulikan masa depan anaknya. Acuh dan tidak mau membuka diri. Iya aku tahu semua keluarga pasti punya masalahnya masing-masing. Tapi setidaknya mari terbuka untuk duduk bersama, dan berdiskusi tentang kebaikan seorang anak.

Nggak terlalu ngangkat cinta-cintaan yang menye-menye. Ceritanya memang seorang remaja. Yang disitu juga digambarkan dengan jelas bagaimana rasa cintanya. Tapi yang aku suka sesuai kadarnya dan tidak terlalu berlebihan. Tetap terlihat romantis, bahkan sangat romantis dengan kekuatan karakter masing-masing. Lebih menekankan rasa cinta secara general, nggak hanya tentang pasangan saja. Tapi cinta ke teman dan keluarga rasanya lebih besar digambarkannya.

“Damar (Rafi Sudirman), seorang anak remaja yang memiliki masa lalu yang gelap karena pernah membunuh waktu berumur 10 tahun. Damar (Rafi Sudirman) harus kembali dihadapkan dengan situasi yang menguji kesabarannya supaya tidak meledak setelah dua sahabat baiknya di SMA, Gito (Abielo Parengkuan) jadi korban perundungan dan Nala (Denisha Wahyuni) menjadi korban pelecehan seksual ayahnya.”

Kalimat di atas pure aku kutip dari website 21cineplex.

Kepada Damar (Rafi Sudirman) aku berterimakasih karena telah mengajarkan keikhlasan, keberanian, ketaatan kepada seorang ibu. Dan terlebih lagi rasa cinta dan kasih sayang yang begitu dalam kepada teman-temannya. Karakter yang kuat. Kalo lihat Damar aku jadi inget karakter Gora di film Budi Pekerti. Damar ini fokus banget sama tujuan yang mau dicapai. Total 3 orang yang dia bantu buat menghadap Tuhan. Sekilas memang terlihat jahat, tapi nggak adil rasanya kalo kita menghakimi hanya karena dia membunuh saja. Tanpa melihat dibalik pembunuhan itu ada apa.

Kepada Gito (Abielo Parengkuan) aku berterimakasih karena telah mengajarkanku ketulusan. Tulus memberikan kasih sayangnya kepada ibu, meskipun ibumu sering kali tidak menganggap kamu ada. Ikhlas menerima dan menghadapi semuanya. Ya dari kamu aku juga belajar kalo banyaknya harta itu bukan satu-satunya tolak ukur kebahagiaan. Aku sedih, kisah hidupmu berakhir tragis. Harus menghadap Tuhan dengan jalan pembunuhan disaat kamu melakukan refleksi dan mengenang perasaan cintamu melalui handycam yang selalu kau berdayakan.

Kepada Nala (Denisha Wahyuni) aku berterima kasih karena kamu mengajarkan kekuatan. Kamu tumbuh sebagai wanita yang kuat banget. Kecintaanmu sama adikmu juga sangat besar. Sampai pada titik kamu dilecehkan oleh ayahmu sendiri. Ayahmu memang biadab. Sama aku juga punya harapan yang sama denganmu. Aku berharap kalau di dunia ini ada orang sepertinya, semoga dia sesegera mungkin menghadap Tuhan. Aamiin. Adikmu, Maya juga baik. Yang paling deep banget pas dia bilang “oh ternyata gini ya rasanya punya teman”. Hatiku bergetar mendengar realita itu. Punya teman dekat memang mengasyikkan. Tapi berteman memang nggak bisa dipaksakan bukan?

Terimakasih juga untuk semua aktor yang bermain dalam film saat menghadap Tuhan. Semoga kalian semua bisa mengambil pelajaran dari masing-masing peran yang kalian perankan. Semakin bersemangat memberikan karya terbaik dan sukses dunia akhirat.

Terimakasih sudah berbagi banyak luka.

Terimakasih banyak untuk semuanya, semua pihak yang telah menghadirkan film saat menghadap Tuhan yang sarat akan makna ini. Semoga kalian mendapatkan pahala jariah. Keberkahan hidup berlimpah. Kesehatan dan rejeki berlimpah, dan tentunya terus diberikan semangat untuk berkarya dengan karya-karya terbaik selanjutnya.

Post a Comment for "Film Saat Menghadap Tuhan: Terimakasih Sudah Berbagi Banyak Luka"