Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

ABU MIHJAN SANG PELAKU MAKSIAT YANG MATI DALAM MEDAN PERJUANGAN JIHAD



Sahabat Abu mihjan (Ra) sang pelaku maksiat yang mati dalam Medan perjuangan jihad.

Abu Mihjan seorang meminum khamar. Pada masa pemerintahan Umar bin Khaththab, maka beliau menghukumnya dengan hukuman cambuk. Namun, dia meminumnya kembali dan kembali dihukum dengan hukuman cambuk. Umar berpikir untuk mengasingkan Abu Mihjan ke daerah pesisir dengan dikawal oleh seorang prajurit, namun dia melarikan diri dan menyusul Sa’ad bin Abi Waqqash di Qadisiyah.

Umar menulis surat kepada Sa’ad bin Abi Waqqash agar memenjarakan Abu Mihjan dan dia pun melaksanakan tugas tersebut.

Abu Mihjan dan Perang Qadisiyah

Perang Qadisiyah termasuk peperangan yang menentukan dalam sejarah Islam. Peperangan tersebut terjadi di Persia. Kerajaan Persia telah mengumpulkan seluruh kemampuan personil, persenjataan modern dan prajurit-prajurit asing, namun keinginan yang kuat, keyakinan yang mantap, kecintaan untuk mendapatkan syahid dalam peperangan menjadikan kemenangan bagi umat Islam. Peperangan tersebut terjadi di alam terbuka dan berlangsung sepanjang siang hari. Bila matahari akan terbenam, kedua belah pihak yang berperang, mundur untuk beristirahat dan menyiapkan segala kebutuhan perang.

Abu Mihjan mengikuti peperangan tersebut dari dalam sel. Dia merasa putus asa dan sedih karena tidak menjadi seorang prajurit yang memperjuangkan agamanya. Dia bersenandung, “Sedih menyelimuti hatiku, karena diriku terbelenggu di balik jeruji besi. Bila engkau melepaskan besi yang membelenggu diriku ini niscaya akan aku raih syahid dalam perang. Diriku kaya akan harta dan kawan, namun kini mereka meninggalkanku sebatang kara. Tubuhku kering karena sengatan matahari, kuperbaiki timbangan yang rusak. Hanya ampunan Allah yang kuharap. Di hari perang, kutinggalkan keluargaku dan orang-orang menahanku dari peperangan yang kuinginkan. Sedangkan amal orang lain pada hari tersebut sangatlah banyak dan Allah mempunyai janji, janji yang aku tidak ingin tertinggal darinya. Sungguh, bila kamu lepaskan dirimu, niscaya tidak akan kukunjungi mereka.”

Ketika perang sedang berlangsung seru, Abu Mihjan memohon kepada istri Sa’ad agar dia berkenan melepaskan dan memberikan kuda Sa’ad kepadanya. Dia berjanji akan kembali lagi sebagai tawanan bila selamat dalam peperangan tersebut. Namun bila gugur di medan perang, dia bebas dari tuntutan. Maka, istri Sa’ad melepaskannya dan memberikan kuda Sa’ad kepadanya. Kemudian, dia keluar dan langsung masuk ke medan perang yang sedang berkecamuk.

Sa’ad melihat kehadiran seseorang dan dia merasa kagum atas kepahlawanannya, seraya berkata, “Siapa dia?” Dia berjuang seperti orang yang sedang mencari kematian di medan perang. Berperang untuk mendapat kemenangan atau mati syahid. Dia berperang guna membersihkan dirinya dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan pada masa lalu dan membela agama Allah. Semoga Allah menerima tobat dan mengampuni semua kesalah yang dilakukannya.

Ia berpedang dengan menyibak barisan lawan, bagaikan api yang dilempar di atas daun kering sehingga tidak ada yang dapat menghindar dari serangannya. Allah memberikan kemenangan gemilang bagi pasukan muslim. Hanya saja Abu Mihjan tidak beruntung mendapatkan mati syahid. Kemudian, dia kembali ke tempat semula dengan janjinya, hingga Allah memberikan kemudahan baginya.

Perang batin yang dialami sebagai pembersihan hati dan dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan manusia dimaksudkan agar manusia tidak terlalu mencintai dunia dan isinya, mampu mengendalikan emosi dan menjadi manusia baru yang selalu berhubungan dengan langit yang tidak tampak ujungnya.

Sa’ad kembali ke rumah, sehari setelah peperangan selesai. Istrinya bertanya, “Bagaimana peperangan kalian?” Sa’ad menjawab pertanyaan istrinya dengan mengatakan, “Kami sedang terlibat perang yang sengit tiba-tiba muncul sosok tubuh yang duduk di atas kuda yang sangat bagus. Seandainya aku tidak mengikat Abu Mihjan, aku yakin orang tersebut adalah Abu Mihjan.” Istrinya berkomentar, “Demi Allah, itu memang Abu Mihjan. Dia memohon begini dan berjanji demikian.”

Sa’ad menuturkan, “Pasukan muslim mengalami ujian yang sangat berat pada perang tersebut dan aku tidak melihat seorang pun yang dapat melakukan apa yang dilakukannya.” Kemudian dia melepaskan ikatan Abu Mihjan seraya berkata, “Demi Allah, aku tidak akan menghukum cambuk kepadamu satu kali untuk selamanya.”

Abu Mihjan menuturkan, “Demi Allah, aku tidak akan meminum khamar lagi. Aku meninggalkan minuman tersebut bukan karena aku takut dicambuk oleh kalian, melainkan untuk membersihkan jiwaku.” Kemudian dia berkata, “Awalnya, aku melihat ada kebaikan pada khamar, tapi ia dapat merusak orang saleh. Demi Allah, aku tidak akan meminumnya kembali selama hidupku. Meskipun aku sakit, aku tidak akan menjadikannya obat.”

Dia menjadi seorang muslim yang konsisten dalam menjalankan ajaran agama, ahli tahajjud, dan seorang pejuang yang selalu membela agama Allah. Selesai dari satu peperangan masuk ke peperangan lainnya untuk menghilangkan aral yang menghalangi dakwah Islam. Dalam waktu singkat, Islam hampir mencapai negeri Persia, dan daerah sekitarnya, seperti negara Sindu, India, Syam, dan Turki serta Romawi.

Mereka adalah para pejuang Islam yang dididik dengan pendidikan Islam, di bawah naungan Al Qur’an. Mereka menjadikan dunia maju dan bersih dari berbagai kemusyrikan dan memberikan hak kepada setiap manusia. Manusia yang diciptakan Allah sama derajatnya, tanpa melihat perbedaan tempat, kebangsaan, dan warna kulit sebagaimana yang disabdakan Rasulullah kepada mereka, 

“Kamu semua keturunan Adam dan Adam berasal dari tanah. Sesungguhnya orang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.”

Sumber: The Great Knight, Kesatria Pilihan di Sekitar Rasulullah, Karya: DR. Abdurrahman ‘Umairah, Penerjemah: Badruddin & Muhyiddin, Lc, Penerbit: Embun Publishing

Sumber gambar: syahida.com

Post a Comment for "ABU MIHJAN SANG PELAKU MAKSIAT YANG MATI DALAM MEDAN PERJUANGAN JIHAD"