Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

GURU ATAU CALON GURU, TONTON FILM INI!


FILM PENDIDIKAN "TARA ZAMEEN PAR"

"Sebagai orang yang bergerak didunia pendidikan, sebaiknya menyukai film-film pendidikan. Untuk apa? Untuk mengambil pelajaran darinya. Kadang kita sering mengernyitkan dahi saat dihadapkan dengan seabreg teori andragogik maupun pedagogik. Dengan film lah indra lebih santai mencerna dan pikiran dapat mencerna kesimpulan dan hikmahnya." Kata seorang guru kepadaku.

Sejak saat itu, saya memiliki gaya belajar baru. Ya tepat sekali, gaya itu adalah menonton film. Saat saya sedang ingin belajar, random saja saya ketik di search engine dengan keyword film pendidikan. Langsung muncul sederet film-film produksi dalam dan luar negeri.

Dan kali ini, saya akan mereview dari film yang baru saja belum genap 24 jam yang lalu saya tonton. Langsung saja,

***

Film pendidikan itu berjudul TAARE ZAAMEN PAR yang kalau dibahasa indonesiakan artinya SEPERTI BINTANG-BINTANG DI LANGIT. Keren bukan..

Film ini dikemas dengan sederhana, masuk akal, dan organik kehidupan anak-anak. Mengajak kita semua SADAR penuh secara utuh bahwa "Every Child is Special", ya. Setiap anak itu istimewa dengan cara mereka masing-masing.

Mengisahkan seorang anak disleksia yang yang hidup di bawah tekanan dari orangtuanya, gurunya, teman-temannya, dan lingkungannya. Tidak ada orang yang mengerti akan apa yang anak itu alami. Anak itu bernama Ishaan.

Mulanya, Ishaan sekolah disekolah yang sama dengan Yohan. Yohan adalah kakak kandung Ishaan, mereka hanya dua bersaudara. Yohan dikenal sebagai anak yang pintar. Selalu mendapat nilai sempurna disetiap mata pelajaran. Sedangkan Ishaan dikenal sebagai anak yang tidak bisa membaca dan menulis dan sudah tahun kedua tinggal kelas. Sehingga kata gurunya tidak ada yang menyangka kalau Ishaan itu adiknya Yohan, sebab perkembangan kognitifnya sangat berbeda.

Meskipun demikian, rasa kasih sayang Yohan kepada adiknya, Ishaan, tidak pudar. Ia tetap menyayangi adiknya. Apapun yang terjadi. Disekolah, Ishaan selalu mendapat hukuman dari gurunya sebab ia selalu banyak tingkah, tidak fokus dan membantah pada gurunya.

Dihukum keluar kelas, adalah hal yang membahagiakan buat Ishaan, sebab ia sangat membenci belajar dikelas, berinteraksi dengan huruf-huruf dan angka-angka yang belum ia mengerti.

Pernah satu kali ia bolos dari sekolah, yang ia lakukan apa? Pulang kerumah atau nongkrong? Tidak. Dia berjalan sendirian menyusuri kotanya, melihat berbagai macam aktifitas yang ada didunia nyata. Dia tampak serius dan menikmati belajar semacam itu. Tapi hal itu dianggap tidak wajar untuk anak diusia 9 tahun. Orangtuanya mencurahkan rasa khawatirnya dengan memarahinya.

Tersebab banyak hal yang dilakukan Ishaan disekolah, orangtuanya dipanggil saat tengah semester. Disampaikan bahwa Ishaan tidak mengalami peningkatan dalam aktifitas belajarnya disekolah, bahkan diprediksi ia akan tinggal kelas lagi disemester berikutnya.

Akhirnya, Ayahnya memutuskan untuk memindahkan Ishaan kesekolah yang lain, Sekolah Asrama atau boarding school. Ishaan disekolahkan disana, dididik 24 jam diharapkan bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Ishaan menolak, merengek dan menangis seraya memohon untuk tetap bersekolah di sekolah lamanya. Memang, ini terlalu menyakitkan untuk bocah seusia 9 tahun. Ia harus jauh dari rumahnya, orang tua, dan kakaknya. Padahal dimasa itu ia sangat membutuhkan dukungan dan kasih sayang.

Disekolah yang baru, ia mengalami hal yang sama disekolah lamanya, terasing ditengah keramaian, di judge i*iot oleh gurunya, sampai-sampai Ishaan stres kehilangan kepercayaan dirinya. Membuang semua buku-buku pelajarannya. Ishaan tidak lagi menyukai melukis. Hidupnya terasa kosong.

Hanya teman sebangkunyalah, Rajan yang bisa sedikit memahaminya, tapi itu tidak berarti apa-apa. Sampai datang guru baru bernama Ram Shankar Ninumbh (Amir Khan) yang masuk di kelasnya. Ram adalah guru kesenian. Awalnya Ishaan tidak tertarik dengan apa yang dibawakan oleh Ram, sama dengan guru-guru lainnya. Saat siswa lain ceria dan antusias menikmati belajar bersama Ram, Ishaan tetap pasif tidak menggubris.

Sampai pada akhirnya Ram memberikan perhatian khusus kepada Ishaan. Ram datang kerumah Ishaan berdiskusi dengan orang tuanya dan menunjukkan bahwa ada pola kesalahan yang sama yang diulang-ulang dari dulu. Hal itu terlihat dari buku catatannya.

Ram menjelaskan beberapa ciri-ciri yang dialami oleh penderita disleksia diantaranya tidak bisa fokus di kelas, otaknya lambat dalam merespon sesuatu, sensor motoriknya tidak peka, kesulitan memahami simbol-simbol. Sampai pada akhirnya penderita disleksia menutupi kekurangan-kekurangan yang ada pada dirinya itu dengan kenakalannya.

Dari kunjungan kerumah Ishaan, guru baru itu takjub dan kagum dengan karya-karya yang telah dibuat oleh Ishaan. Selepas itu, Ram berdiskusi dengan kepala sekolah meminta ijin untuk memberikan jam tambahan kepada Ishaan. Hari demi hari berjalan. Progres baikpun semakin terlihat.

Sampai akhir kisah ini, Ram mengadakan kompetisi melukis yang bisa diikuti oleh semua warga sekolah dan umum. Hari itu meriah, guru-guru juga turut meramaikan, termasuk juga penggagas acara ini, Ram menjadi peserta lomba melukis. Diakhir lomba diumumkan oleh kepala sekolah bahwa ada dua karya yang bagusnya berimbang sampai juri kebingungan menentukan mana juaranya.

Karena sebuah kompetisi, baiknya satu orang yang muncul sebagai juara, terpilihlah Ishaan sebagai juaranya. Semua mata terpana dan tercengang, berdiri sambil memberi tepuk tangan. Ishan maju sambil kepala tetap tertunduk. Karya lain yang dimaksud memiliki kualitas berimbang adalah lukisan guru seni, Ram.

Ishaan menangis haru saat menerima penghargaan oleh kepala sekolah didepan banyak pasang mata. Ia berlari mencari guru Nam untuk dipeluknya. Keduanya menangis haru. Selanjutnya hasil karya lukisan Ishaan dijadikan Cover buku tahunan sekolahan itu.

Akhirnya guru Nam, berhasil membangkitkan kepercayaan diri Ishaan. Membuatnya menjadi anak yang ceria, memiliki semangat belajar dan menatap serta melangkah dengan tegap masa depannya.

Beberapa tokoh dunia yang pernah menderita disleksia, kesulitan membaca dan menulis adalah Albert Einstein, Leonardo da Vinci, Thozmas Alva Edison, Pablo Picasso, Neil Diamond, Walt Disney, Agatha Charistie.

KESAN:

Film sarat akan makna. Baik secara tersurat maupun tersurat. Memberikan gambaran juga singgungan dikehidupan kita bagaimana menutup matanya orang tua dan guru akan kemajuan belajar anak-anaknya yang diukur dari standar dari nilai-nilai pelajaran, tanpa mau memahami dan menilik jauh karakteristik anak tersebut.

Saya sebagai seorang pendidik curiga, jangan-jangan banyak siswa-siwa penderita disleksi yang tidak tertolong dan berlalu begitu saja kecerdasannya. Disleksi bagiku bukanlah sebuah kekurangan, tapi sebuah batu loncatan. Mungkin ia awalnya terlihat kurang karena tertinggal. Tapi saat diberikan penanganan khusus ia bisa melejitkan semua potensinya dan bisa melebihi anak-anak seusianya. Hanya butuh pengetahuan dan ketelatenan.

Beberapa adegan di film ini behasil membuat saya menangis haru. Film ini juga membuat saya berefleksi. Mengilas balik sudah benarkah pendidikan yang saya terapkan ke anak-anak didik selama ini? Sudah benarkah cara pandang saya mengenai anak-anak yang "nakal"? Atau jangan-jangan selama ini, tersebab ketidaktahuanku, ada anak-anak disleksia yang luput dari perhatian.

Baru-baru ini saya juga tahu, kalau ternyata beberapa anak-anak cerdas yang lulus sarjana diusia muda itu selain menempuh pendidikan akselerasi, ada juga penderita disleksia. Akhirnya mereka memutuskan untuk homeschooling dan mengambil ujian paket sebagai legalitasnya. Kata salah seorang dari orang tua penderita disleksia "Lebih baik anak saya tidak sekolah tapi belajar, daripada sekolah tapi tidak belajar."

PESAN:

Kepada orangtua, guru, dan semua praktisi pendidikan hendaklah bijak dan arif dalam menentukan segala kebijakan yang menyangkut pendidikan anak. Tidak semata-mata pendidikan anak yang diterapkan tetangga sebelah baik juga untuk pendidikan anak-anak kita.

Semua anak unik dan spesial, punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sebelum jauh menentukan pendidikan untuk anak, kenali dulu anak kita. Kenali karakteristiknya, hobi dia apa, gaya belajarnya bagaimana. Bagaimana caranya? Libatkan diri untuk banyak berinteraksi dengannya sudah lebih dari cukup.

Jangan keras kepala dan membabi buta, menuntut anak yang macam-macam tapi tidak sadar diri akan tugas pokok dan fungsi orang tua. Anak-anak bukan robot yang bisa kita remote seenaknya. Mereka punya ruang kendali sendiri. Tegas boleh, kejam jangan. Tegas dan kejam kadang beda tipis.

Bapak dan Ibu guru, tidak usah jadi guru kalau tidak mau sabar dan perhatian kepada murid-murid. Tidak usah jadi guru kalau tidak mau telaten memberikan bimbingan. Menjadi guru tidak hanya sekedar transfer ilmu, tapi juga transfer karakter.

Ada banyak jenis pekerjaan lain diluaran sana yang lebih menjajikan dari segi finansial kalau memang menjadi guru semata-mata mencari uang. Jangan dzolim kepada anak murid yang sejatinya kedzoliman itu akan bermuara pada diri sendiri.

Seringkali menuntut hak, tapi jarang memikirkan hak anak-anak murid kita. Jangan sampai jiwa-jiwa mereka menjadi terlantar sedangkan tubuh mereka ada disekolahan.

Saya sangat merekomendasikan film ini untuk ditonton oleh orangtua, guru, dan praktisi pendidikan, bahkan siswa sekalipun.

Apakah kamu punya rekomendasi film tentang pendidikan? Jika berkenan tolong tuliskan judul filmnya dikolom komentar ya. Semoga dengan itu, kita bisa pelan-pelan mendorong kemajuan pendidikan di Indonesia. Membuka wawasan aktor-aktor pendidikan melalui film.

Post a Comment for "GURU ATAU CALON GURU, TONTON FILM INI!"