Film Sore Istri dari Masa Depan: Tentang Waktu, Cinta, dan Penerimaan

Malam itu aku menonton film Sore Istri dari Masa Depan bersama beberapa teman. Filmnya sederhana, tapi menyimpan begitu banyak pesan. Ada tentang cinta, waktu, kehilangan, harapan, dan tentu saja tentang diri sendiri. Usai menonton, aku mencatat pelajaran-pelajaran yang mengendap di pikiranku. Beberapa teman yang ikut nonton pun aku tanya, apa yang mereka dapat dari film ini? Ternyata, masing-masing dari kami punya sudut pandang berbeda dan itu yang membuat film ini semakin kaya makna.
Tentang Diri Sendiri dan Hubungan
Film ini seperti menampar dengan halus bahwa menjaga orang lain kadang artinya adalah menjaga diri sendiri. Ketika kita terlalu ingin merubah pasangan agar sesuai keinginan kita, kita perlu bertanya, itu cinta, atau obsesi?
Jo, tokoh utama, digambarkan perfeksionis, pekerja keras, bahkan tidak bisa tidur sebelum pekerjaannya selesai. Tapi, dalam hidup, kadang kita justru perlu belajar untuk melepaskan. Kalau mau berhenti, ya berhenti total. Karena setengah-setengah hanya akan menyiksa dalam belum tentu ada dampaknya.
Tentang Waktu dan Takdir
Satu kutipan yang paling membekas "Kalau aku bisa hidup 10.000 kali, aku tetap ingin memilihmu." Kalimat ini tidak hanya romantis, tapi juga menyiratkan tentang penerimaan. Bahwa dalam hidup, masa lalu, rasa sakit, kematian, semuanya tak bisa diubah.
Andai bisa, kita mencoba mengulang waktu, membuat keputusan berbeda, namun hasilnya bisa saja tetap sama. Karena hidup bukan soal mengatur semuanya agar sempurna, melainkan soal menerima dan menyadari bahwa waktu juga bisa marah pada kita jika terus kita paksa untuk mengikuti apa kemauan kita.
Tentang Komunikasi dan Keluarga
Hubungan itu rumit. Tapi bukan berarti tak bisa dijalani. Ketika konflik terjadi, bukan tentang siapa yang salah dan siapa yang benar, tapi tentang saling memahami perasaan. Salah satu dialognya bilang, "Setelah berantem, yang penting saling peduli dulu, perasaan dulu. Benar atau salah nanti belakangan."
Ada pula momen reflektif tentang keluarga: “Papa lebih memilih orang lain, tapi kamu bahkan gak memilih dirimu sendiri. Kasihan kamu.” Ini dalam sekali. Bahwa membenci orang lain atas kesalahan mereka kadang lebih mudah, daripada membebaskan diri dari luka itu sendiri.

Tidak puas dengan sudut pandangku, akupun bertanya kepada teman-teman yang ikut menonton film Sore Istri dari Masa Depan untuk merefleksikan film tersebut, pendapatnya beda-beda, menarik daan saling melengkapi. Esa mengungkapkan bahwa film ini mengajarkan pentingnya menghargai waktu, kehadiran seseorang, dan menjaga kesehatan hal-hal kecil yang sering kita abaikan tapi sangat berarti. Agung menambahkan bahwa kita tidak bisa mengubah orang lain, dan justru karena itu kita perlu belajar ikhlas serta memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Bagi Ayubi, pelajaran terbesarnya adalah tentang tidak mencintai secara berlebihan karena pada akhirnya, yang bisa mengubah diri kita hanyalah diri kita sendiri.
Naufal merasa bahwa terlalu sibuk mengenang masa lalu atau berharap bisa “memutar waktu” hanya akan membuat kita terjebak di situ-situ saja. Aulia menekankan bahwa kita tidak bisa memaksakan perubahan pada orang lain, tapi kita bisa belajar menghargai waktu dan keberadaan mereka. Sementara itu, Risda mengingatkan bahwa meskipun kita capek dan ingin menyerah, tetaplah melangkah karena semua ini adalah bagian dari perjalanan menuju takdir kita.
Anggun punya sudut pandang yang cukup kritis, ia mempertanyakan mengapa titik berat dalam film ini selalu tertuju pada perempuan. Baginya, ini membuka diskusi lebih luas soal representasi dan beban emosional yang sering dilekatkan pada perempuan dalam narasi hubungan. Ramadani menutup dengan refleksi tajam bahwa meskipun kesalahan bisa diperbaiki, kita tetap tak bisa mengatur waktu seenaknya. Dan untuk Tri lebih melihatnya pada interaksi antara Jo dengan Ayahnya, sebaiknya kita memanfaatkan waktu dengan baik dan bersyukur waktu dimana kita masih bisa bersama dengan orang tua. Selain itu, ia juga menyinggung soal hukum tabur taui, apa yang kita lakukan hari ini kelak kita akan memetiknya.
Karena senja seperti dalam film Sore Istri dari Masa Depan selalu indah, meski hanya sebentar. Kadang berwarna bahagia, kadang kelabu, tapi langit selalu menerima senja apa adanya. Dan kita pun seharusnya belajar melakukan hal yang sama: menerima, sepenuhnya.
Buat kalian yang sudah nonton dan mendapatkan insight menarik boleh tambahkan dikolom komentar ya jika berkenan. Bagi yang belum bisa juga nonton film seriesnya yang sudah tayang di youtube sejak 8 tahun yang lalu. Semoga bermanfaat.
Post a Comment for "Film Sore Istri dari Masa Depan: Tentang Waktu, Cinta, dan Penerimaan"