Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MAHKOTA UNTUK BUNDA (BAGIAN 1)

Sebuah karya oleh: @anang_mahdy

Tak ku sadari usiaku semakin menua, sudah menginjakkan kaki di usia dua puluh tahunan. Aku termasuk orang yang pemalas jika dibandingkan dengan ketiga saudara kandungku. Faiz, hanifah dan luthfi. Aku anak ketiga , kakak dari faiz. kuliah, main, tidur adalah rutinitas harianku.

Sampai suatu ketika ibundaku mulai sakit-sakitan dan tak bisa lagi mengurusiku. Walaupun aku terkesan anak yang pemalas dan rajin bermain, tapi aku tetap sayang kepada bundaku.

"bun, kalo ibun sembuh, ibun mau apapun aku turuti" kataku bicara sambil menyuapi beliau di rumah sakit. Namun bunda hanya tersenyum sambil mengunyah makanan yang aku suapkan kepadanya.

Tepat sepuluh hari bunda di rawat, bunda sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Walau kondisinya belum begitu pulih. Kami pun pulang kerumah.

Tepat sehari setelah ibundaku lulang, seperti ada keadaan yang "memaksaku" untuk sadar. Ayahandaku drop dan harus dilarikan ke rumah sakit. Allahu akbar....

Ketiga saudaraku yang sudah berkeluarga dan bekerja, mengharuskan aku yang harus siaga menunggu ayah di rumah sakit. Tak mengapa selagi aku mampu secara waktu luang dan tenaga.

Malam itu membuat perasaanku tak karuan, bolak-balik keluar ruangan, gelisah, cemas. Walau badanku dirumah sakit, tapi fikiranku bersama bunda. Sampai akhirnya..

"abdul, pulang sekarang!, mata bunda sudah tidak merespon dan sudah tidak bisa lagi menelan makanan!, bunda memanggil-manggil namamu terus." telfon dari hanifah kakak pertamaku. Sontak aku bingung dan ingin menangis. Kalau aku pulang, ayahku dengan siapa di rumah sakit. Sedangkan aku sangat ingin pulang. Perasaanku tak enak.

Malam itu juga aku beranikan diri untuk meminta pulangkan ayah Kepada pihak rumah sakit.

Air mataku menganak sungai, suadara-saudaraku, tetangga, kerabat sudah berkumpul dirumahku. Allahu akbar...

Bergegas aku berlari menuju bunda, aku meminta maaf dengannya karena belum bisa membuat bunda bahagia dengan adanya diriku. Kala itu bunda masih bisa mendengar, namun sudah tak bisa bicara. Nafasnya-pun sudah kepayahan. Yaa Robb Ampunilah aku..

Mataku terjaga mendampingi bunda, mulutku yang selalu membisikkan kalimat "Laa ilaha illaAllah" ditelinganya mengikuti sudaraku yang lain yang berada di sisi bunda.

Adzan shubuh berkumandang, seperti ada yang masuk dalam sanubariku, Hidayah-Nya.
Sholat shubuhpun terasa begitu khusyu' ku lakukan, nikmatnya bersujud dan bermunajat benar-benar aku rasakan.

"yaa Allah, ampunilah aku, aku belum bisa membahagiakan bunda. Aku ingin engkau selamatkan dia di dunia dan akhirat, yaa Allah aku ingin menjadi seorang Hafidz Qur'an agar bisa memberikan kebahagiaan untuknya" bunda pernah berucap kepadaku dia ingin sekali memiliki seorang anak yang hafal Al Qur'an.

Selesai dzikrullah, aku bergegas pulang, kulihat tangisan dimana-mana, kutanya tak ada yang menjawab. "Allahu Akbar!. Bundaaaaa!!!!" bunda sudah tidak ada, tangisku pecah menganak sungai. "Bunda.. Aku ingin berubah..Aku berjanji akan memakaikan mahkota diatas kepalamu di Syurga-Nya" bisikku ditelinganya di waktu fajar itu.. (bersambug)

Lanjutkan baca MAHKOTA UNTUK BUNDA (BAGIAN 2)

14 comments for "MAHKOTA UNTUK BUNDA (BAGIAN 1)"

  1. Replies
    1. Bagian 2 sudah mbak. http://www.debipranata.com/2018/05/mahkota-untuyk-bunda-bagian-dua.html

      oke siap laksanakan mbka ketum FLP L.

      Delete
  2. Bacanya terharu dan sedih. Pinter membawa pembaca pada suasana seperti dalam tulisan. Dan saya pernah mengalaminya

    ReplyDelete
    Replies
    1. MasyaAllah, semoga Allah ijinkan kita menjadi keluarga baik didunia maupun diakhirat.

      Delete
  3. Alahmak membaca tulisan ini sukses membuat mataku berair. Jadi ingat almarhum abahku

    ReplyDelete
    Replies
    1. Allahumma warhamhu...
      Semoga Allah kumpulkan kita bersama keluarga disyurganya.

      Delete
  4. Cerita ttg orang tua yg telah tiada gini nyeri banget rasanya dibaca. Membayangkan kalau tokoh utamanya adalah diri sendiri.
    Tapi kelanjutannya masih ditunggu :)

    ReplyDelete
  5. Sedih, ingat peristiwa kepergian nenekku yg bikin aku marah krn aku sdg di lab. Padahal selama bbrp hari tidur sama beliau terus ��

    ReplyDelete
  6. Menggugah. Penuh hayat dan haru. Ditunggu kelanjutanya.

    ReplyDelete
  7. ya allah,,, baper nih, teringat mamak ku. semoga beliau selalu dalam kesabaran dan kesehatan, serta dimudahkan langkahnya untuk tetap istiqomah dalam beribadah. amin

    ReplyDelete
  8. Duu ingat kepergian Ibuku, nyaris bikin aku depresi berat. Sedih belum membahagiakan ibu. Semoga selesai lanjutan tulisannya.

    ReplyDelete
  9. Jadi baper nih. Ngingetin kalo harus menyayangi keluarga. Karena kita gak ada yang tau kapan ajal menjemput.

    ReplyDelete
  10. Kisahnya membuat haru, jadi mengingatkan betapa orangtua sangat penuh kasih dan penuh jerih payah mengasuh kita. Pengingat diri, semoga tetap menyayangi kedua orangtua selagi ada waktu.

    ReplyDelete