Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

LAFADZ YANG TAK SAMPAI

Sumber: Google
Sebuah karya oleh: @anang_mahdy

Kuliah shubuh dari pak yai baru saja selesai, aku dan sahabat karibku Hani bergegas ke asrama, kami melanjutkan hafalan kami. Kami bertekad ingin menjadi seorang penghafal Al Qur'an. Karena sejuta keutamaannya.

Kami berdua saling simak hafalan, yang keliru bacaan biasanya ada punishment (hukuman) berupa coretan bedak di wajah. Sungguh asyik menghafal bersama Hani. Kami saling berlomba menyelesaikan hafalan 30 juz Al Qur'an. baru 27 juz yang ku hafal, sedangkan hani sudah 29 juz, tinggal beberapa surat lagi ia khatamkan 30 juz. Aku sangat iri dengan kelebihannya dalam menghafalkan Al Qur'an.

Hari jum'at pagi ayah dan ibu hani menjemput hani untuk check up ke rumah sakit, hani sering pingsan di pondok karena penyakit yang tidak pernah ia beritahukan kepadaku.

Pada hari ahad hani kembali ke pondok untuk menghafalkan Al Qur'an, rutinitas pondok selalu kami ikuti tanpa secuilpun kami lalaikan. Sampai suatu ketika hani kembali  pingsan saat membawakan sebuah kultum yang bertema para kekasih Allah yang ahli Al Qur'an di acara pekanan di asrama putri tempat kami tinggal. Nampaknya ia kelelahan terlihat dari wajahnya yang pucat.

Aku semakin heran, sebenarnya hani sakit apa, karena dia sering pingsan secara tiba-tiba. Setiap aku tanyakan kepada kedua orang tua hani, mereka hanya menjawab "tidak apa-apa, do'akan saja ya nduk, semoga hani lekas sehat kembali".

Tsetelah kejadian itu, Hani kembali dibawa pulang orang tuanya, kali ini aku benar-benar rindu hani. Seperti ada yang hilang di pondok tahfidz ini. Hampir se pekan ia tak kunjung kembali ke pondok. Aku rindu hani...

Pagi-pagi sekitar pukul tujuh, ku lihat ada mobil orang tua hani yang datang, aku bergegas berlari menghampiri. "haniiiiiiii... Kemana aja kamu! Aku kangen tau!" sambil ku peluk hani, dia masih tampak pucat. Kata orang tua hani, hani memaksa ke pondok untuk menyetorkan sisa hafalannya kepada ustadzah. Padahal orang tua hani masih belum mengizinkan, "iki nduk, hani mekso digowo neng kene, jarene arek nyetorke hafalane karo ustadzah" yang kurang lebih artinya "ini nak, hani memaksa dibawa kesini, katanya ingin menyetorkan hafalanya kepada ustadzah". Aku sedih karena hani masih sakit, dan aku juga bahagia akhirnya hani kembali lagi ke pondok.

Malam harinya ku lihat hani duduk diatas sajadah di kamar kami, aku biasa melihatnya ditengah malam seperti ini. Aku biarkan saja, aku kembali tidur sambil menunggu waktu sholat tahajjud berjama'ah.

Ketika waktu tahajjud berjama'ah tiba, dan para ustadzah berkeliling mengetuk pintu/pintu kamar asrama, aku lihat hani tak bergeming dari sajadahnya. Biasanya ia yang paling getol. Aku dekati dan memanggilnya. Tak ada sahutan sama sekali. akhirnya aku pegang bahunya dari belakang, ia jatuh tertelungkup diatas Al Qur'an pemberian orang tuanya. Ku pikir ia pingsan,  aku bergegas memanggil para ustadzah untuk membawanya ke ruang kesehatan pondok. Namun.. Denyut nadinya sudah tidak terasa sama sekali kata ustadzah. wajahnya pucat dan tangannyapun sudah mulai kaku. Haniku pergi untuk selama-lamanya dengan jari menunjuk ke salah satu ayat Al Qur'an hafalan terahirnya. Kulihat wajahnya seolah tersenyum. Aku memeluknya sembari menangis. "hani.. Aku bangga padamu.. Semoga Allah mengampunimu dan merahmatimu, yaa Allah jadikanlah ia ahli Qur'an"..

Sebelum sholat shubuh tiba, orang tua hani menjemputnya untuk yang terakhir kali dari pondok Tahfidz ini, aku baru tahu, ternyata hani memiliki penyakit kanker otak yang cukup parah. Selamat jalan hani, aku bersamamu...

Post a Comment for "LAFADZ YANG TAK SAMPAI"